Kamis, 16 Desember 2010

LO Festival Keraton Nusantara Belum Terima Honor

Palembang - Sedikitnya 50 tenaga Liasion Officer (LO) Festival Keraton Nusantara (FKN) VII yang dilaksanakan 26-28 November lalu hingga Rabu (15/12) mengeluh belum terima honor.
Mereka menuntut kalau memang ada kompensasi dari kerja yang telah dilakukan, dapat segera direa¬lisasikan oleh panitia atau Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. ”Padahal, kami sudah melaksanakan tugas selama hari H festival. Bahkan sebelumnya juga sudah melakukan aktivitas,” ujar Robby Wijaya, seorang LO kepada SH, Rabu.
Sementara itu, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa memang keberadaan mereka (para LO) tak jelas. ”Mereka sepertinya tertipu oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Masa jumlahnya sempat mencapai 400 orang. Lalu ada lagi LO yang jumlahnya juga mencapai 50 orang. Tapi, semuanya sudah diselesaikan,” ujarnya ketika dikonfirmasi, Rabu malam. (sir)

Rabu, 08 Desember 2010

Genteng Wuwungan Khas Kudus dan sekitarnya

Friday, August 29, 2008

http://warungbarangantik.blogspot.com/search/label/Arsitektur%20Tempo%20Doeloe

Genteng Wuwungan Khas Kudus dan sekitarnya 1

Jika melewati jalan raya antara kota Demak-Kudus, Kudus-Pati atau Kudus -Jepara, Jawa Tengah akan menjumpai pemandangan rumah-rumah dengan ciri atapnya khas "Joglo Kampung" atau istilahnya "Joglo Pencu" (joglo jenis ini identik dengan rumah-rumah adat Kudus yang terkenal itu). Pencu adalah pertemuan empat bidang atap yang tinggi.

Nah, di atas pencu itu diberi wuwungan dengan bentuknya yang khas. Ada yang sepintas seperti konde wayang orang atau pada bagian tengah seperti mahkota. Atap model pencu, dahulunya dibuat dari rumbia (semacam daun kelapa atau palem) tetapi dalam perkembangannya lebih banyak dibuat dari genteng. Genteng Kudus mempunyai motif khusus tumbuh-tumbuhan, dan terdapat juga model genteng gajah (dengan ornamen binatang gajah) di atas wuwungan (bagian paling atas dari genting) dan genteng raja (mahkota) yang bercorak indah.

Genteng wuwungan terbuat dari tanah liat dengan diberi motif bintik-bintik seperti payet pada busana. Payet-payet itu dibuat dari pecahan keramik (beling) warna putih. Bila dipandang dari kejauhan akan nampak indah.

Genteng wuwungan khas Kudus hingga sekarang masih dibuat di sejumlah desa di wilayah Kudus-Pati-Demak. Terutama di sentra-sentra pembuatan genteng dan batu-bata. Harganya telatif lebih murah ketimbang genteng wuwungan khas Kasongan.

Rabu, 01 Desember 2010

Yeni Roslaini Aktivis Langka Pembela Hak Wanita


Palembang: Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi daerah tujuan human trafficking (perdagangan manusia). Beberapa kasus berhasil diungkap jajaran kepolisian setempat. Kasus perdagangan manusia atau human trafficking yang terjadi di Sumsel cukup tinggi. Tahun ini saja, hingga akhir Oktober 2007 tercatat lebih dari 50 kasus.

Perdagangan manusia, umumnya menimpa wanita. Tidak banyak orang yang begitu perhatian dan berjuang demi kepentingan kaum hawa itu. Yang sedikit itu, tersebutlah nama Yeni Roslaini atau dipanggil Yeni Izi.

Dalam memperjuangkan nasib wanita ini pulalah, istri Gusti Satriawan yang telah punya momongan berusia 1 ahaun, Rei Velinda Uno, ini sempat divonis 6 bulan penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

Sempat tak jelas nasibnya sekitar 5 tahun karena dia mengajukan upaya hukum, akhirnya April laluM Nahkamnah Agung (MA) memberikan angin segar dengan menetapkan dirinya bebas murni.

Hakim PN Palembang memang memvonis Yeni 7 bulan penjara dalam kasus pencemaran nama baik seorang terdakwa kasus dugaan pemerkosaan terhadap karyawannya sendiri. Selama persidangan, melalui organisasinya, Woman Crisis Centre (WCC) Palembang, memang ia melakukan advokasi dan dukungan. Termasuk berunjukrasa. Dalam unjukrasa itulah, dia meminta PN mengusut tuntas kasus yang dilkukan terdakwa dan mengecam perbuatan itu sebagai perbuatan biadab.

Oleh pengacara terdakwa, dia kemudian dilaporkan ke polisimencemarkan nama baik dan dijerat pasal 310 dan 311, melakukan pencemaran nama baik. Giliran sang pembela pun akhirnya jadi pesakitan.

“Padahal 47 pengacara yang tergabung dalam FIAT Justitita (tim pembeda Independen Aktivis untuk Penegakan Hukum) dalam pembelaan sudah menyatakan jeratan hukum itu error in persona. Salah orang, sebab tidak satu pun saya menyebut nama terdakwa itu dalam penyataan sikap maupun orasi,” ujarnya, soal kasus yang terjadi tahun 2001 lalu itu.

Ternyata hakim punya pandangan lain, sehingga Yeni divonis 7 bulan penjara. Untung dalam putusan itu tidak disebut harus langsung masuk. Sehingga saat melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) dia belum mencicipi hotel prodeo. Meskipun, PT pun akhirnya menguatkan putusan PN, dan upaya kasasi pun diambil.
Tahun 2007, MA membuah ketenangan baginya. Dia bebas murni. Bagaimana dengan kasus yang menimpa korban NN yang dibela Yeni, ternyata terdakwa seorang pengusaha, divonis percobaan dengan putusan 6 bulan percobaan 1 tahun. Jaksa dalam perkara ini memang hanya mengajukan dakwaan tunggal, melarikan anak gadis, jeratan pasal 332 KUHP sejalan dengan pikiran hakim. Soal pemerkosaan memang tak disinggung dalam perkara itu. Itu pula yang sempat mencuat selama proses pengadilan. Terlebih ada dua visum yang sempat dibeberkan. Satu versi polisi dan satu lagi versi korban.

Kini, Yeni masih mempelajari kemungkinan menguggat atas kauss tersebut bersama koordinator FIAT Justitia (timpemela indepenen bagi aktivis), Justinus Joni.
Itu memang salah satu, pengalaman yang mesti dirasakan Yeni izi dalam membela hak-hak wanita. Itu pula, yang dahulu sempat dikhawatirkan keluarganya kala dia memilih terjun dalam dunia organisasi mahasiswa. Termasuk saat dia meyakinkan suaminya kini yang sempat memerlukan waktu 12 tahun, untuk masa berpacaran. Waktu panjang itu, proses yang harus dilalui untuk memberikan keyakinan.

Sejak Kuliah

Dia aktif sebagai ‘pemberontak’ sejak zaman duduk di bangku kuliah, Universitas Sriwijaya (Unsri) Tahun 1990-an. Saat Orde Baru masih berkuasa. Ketika itu keran demokrasi, masih tertutup.

Karenanya, pilihan Yeni Izi yang kuliah di FKIP, Jurusan Sejarah, untuk aktif di organisasi mahasiswa benar-benar ditentang. Apalagi, orang tuanya, Izi Asmawi (almarhum) adalah seorang guru.
“Guru itu harus digugu dan ditiru. Bukan melawan.” pesan ayahnya, yang juga diamini ibunya Sulaidah. Dari enam bersaudara memang hanya Yeni yang kemudian hingga saat ini menjadi aktivis. Tidak menjadi guru seperdi rencana semula ketika dia memilih FKIP tempat kuliah.

“Guru itu kan memang tidak mesti di sekolah atau di kelas. Di masyarakat pun bisa menjadi guru. Dan saya pun kini menjadi guru,” ujarnya Yeni.
Kekhawatiran keluarga Yeni memang kemudian terbukti. Sebelum atau sesudah dia demo atau unjuk rasa dulu, rumahnya sering disatroni intel. Kondisi yang sebelumnya tak pernah ada dalam kehidupan guru. Lingkungan Yeni pun memang penuh nuansa pendidikan. Rumahnya di Lorong Gotong Royong, 9/10 Ulu Palembang, berada di dekat lembaga pendidikan mulai SMP hingga perguruang tinggi.

Yeni menamatkan SDN 366, SMPN 7 dan sempat tiga kali pindah sekolah saat di SMA yakni, SMAN 8, SMA 3 dan terakhir SMAN 1 Palembang, memang mulai aktif di kampus dalam Forum Mahasiswa untuk Kebebasan Rakyat (FMKR), Forum Komunkasi Mahaiswa Sumsel, Forum Dskusi Pembebasan Informasi dan Pembebasan Aksi.
Aktivitas organisasi ini memang berbeda dengan Senat Mahasiswa di kampusnya. Sehingga, keberadaan mereka pun sulit diterima rekorat. Aktivitas, awalnya sekedar diskusi, pertemuan, sampai kemudian aksi. Terhadap kasus-kasus lokal maupun nasional. Itu berlagsung hingga era reformasi.
Pergaulan di luar kampus mulai berkembang sehingga tahun 1995 bergabung dengan Yayasan dan Organisasi Wanita dan Anak (OWA), Walhi, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
Sekretaris Jaringan HAM Sumsel diembannya 2000-2006. Lalu Fasilitator Daerah Program Keberdayaan Untuk Masyarakat Sumsel dan Babel 1998-2002.
Pendirian WCC Palembang digagasnya sejak 1998 bersama Yuni Setya Rahayu (Neni) yang kemudian menjadi Direktur Eksekutif. Lalu karena alasan tertentu, Neni yang suaminya Muhamad Yamin, menjadi anggota DPR RI dari PDIP kemudian tak aktif lagi per 2002. Yeni pun menjabat Direktur Eksekutif atau penjabat sementara hingga 2003. Setelah itu hingga kini, barulah defiitif dia menjadi Direktur Eksekutif.


Kasus-kasus wanita tak sedikit ditanganinya. Yang menonjol misalnya kasus seorang anak idiot yang diperkosa seorang kakek tahun 2000. Lalu kasus pemerkosaan karyawan oleh majikannya yang membuat dia sempat terpenjara.

Kasus yang menimpa wanita umumnya beragam, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, trifficking, sampai perkosaan dan pelecahan serta beragam kasus lainnya.
Terdata, pada 2005 lalu, WCC mendata sekitar 772 tindak kekerasan terhadap perempuan di wilayah Sumsel. Untuk tahun 2006, jumlah laporan yang masuk berjumlah 324 kasus dan tetap didominasi tindak KDRT.

Yeni menjelaskan, penurunan jumlah kasus bukan berarti tindak kekerasan berkurang. Akan tetapi mulai tahun 2006 itu, WCC hanya mempublikasikan data yang berasal dari laporan yang masuk ke WCC saja.

”Tahun 2005, kami mempublikasikan data yang diambil dari media dan ditambah dengan laporan yang masuk ke WCC. Untuk lebih menjaga kevalidan data, maka saya putuskan mulai 2006 WCC hanya mempublikasikan data laporan yang benar-benar masuk ke WCC,” ujarnya. Yeni menambahkan, dalam kurun waktu Januari hingga Oktober 2007,jumlah tindak kekerasan yang dilaporkan ke WCC berjumlah 173 kasus. Dari jumlah itu, kasus perdagangan perempuan dan anak mengalami peningkatan, di mana pada 2006 tercatat 37 kasus, dan di tahun 2007 ini mencapai 50 kasus. ” Bukan hanya meningkat, namun modus operandi yang dilakukan para pelaku sangat rapi, sehingga aparat kepolisian dan pemerintah tidak dapat berbuat banyak meminimalisasi kegiatan itu,”ucapnya.

Yeni menjelaskan, dari pengakuan beberapa korban perdagangan manusia yang menjalani konseling di WCC, biasanya para pelaku sebelum melakukan aksinya akan memastikan korban tidak dapat berkomunikasi dengan siapa pun,serta memberikan identitas baru kepada para korban. (sh/muhamad nasir)

Sisi Lain

Sarjana Pendidikan yang Tak Mengajar

Yeni Izi secara formal memiliki gelar sarjana pendidikan (SPd.). Dia menamatkan kuliahnya di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sriwijaya.

Meski bergelar sarjana pendidikan, ternyata dia takpernah sekalipun menjadi guru di kelas. “Mestinya memang saya mengajar di kelas. Orang tua juga awalnya menentang. Pacar saya yang kini menjadi suami juga kurang bisa menerima,’ ujar Yeni.

Tapi pilihan telah ditetapkan. Dan langkapun telah dimantapkan, kini Yeni memang tak mengajar di kelas. Tetapi dia berkeyakinan, guru itu tidak mesti mengajar di kelas. Dirinya sekarang tetap lah guru. Guru masyarakat.

Tak mudah bagi Yeni meyakinkan orang tuanya. Apalagi, kemudin banyak hal yang dari awal ditakutkan orang tuanya terkait pilihan menjadi aktivis menjadi terbukti. Rumah sering diincar inter. Bagi keluarganya, berurusan dengan aparat keamanan itu merupakan masalah. Orang akan menilai negatif dan menilai telah berbuat jahat kalau sampai berurusan danselalu dicurigai aparat keamanan.

Yeni meyakinkan aorang tuanya, bahwa yang dilakukannya adalah memperjuangkan hak. Kepentingan orang banyak. Yang tidak banyak orang bersedia menjadikannya lahan pengabdian.

Seiring waktu, kondisi pun berubah. Termasuk era reformasi. Kendala yang dihadapi menangani kasus wanita adalah tradisi di masyarakat kalau kekerasan dalam keluarga itu tabu diungkap. Kekerasan seksual juga merupakan aib yang harus ditutup. Serta aparat penegak hukum yang masih belum bisa koordinasi, terutama di tararan kejaksaan dan kehakiman,. Kalau kepolisian, menurutnya sudah berjalan. Terutama di tingkat Polda dan Poltabes. Kalaupun ada korban berkaitan wanita, polisi biasanya langsung mengontak WCC.

Dengan terjuna di dunia aktivis, beberapa negara pun sempat didatangi Yeni, diantaramnya, Amerika tahun 2004 saat dia mengikuti pertukaran resolusi konflik selama 2 minggu. Filipina, tahyb 2003 elatihan penyelesaian konflik HAM, Malaysia tahun 2005, pelatiha penanganan pelanggaea anak dan perempuan. Juga Jerman tahun 2001. Saat itu justru dia menjadi terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik yang dipersoalkan terdakwa dugaan pemekrosan majikan terhadap karyawannya dibawah umur.

“Saya justru mendapat izin keluar negeri Dan sidang diundur karena saya mesti ke luar negeri. Hakimnya, baik,’ ujarnya. Kini, persoalan wanita tak kujung berkurang. Perjuangan memang masih panjang fan tak mugkin terhenti. Kita Perlu ada sosok seperti Yeni. (sh/muhamad nasir)