Karakter dan Ikan
Oleh Yudie Syarofi
RIVERINE Culture masyarakat Palembang sangat kental. Selain toponim yang berhubungan dengan sungai (dan air), juga penggambaran karakter atau julukannya, sering dihubungkan dengan segala sesuatu yang berbau air. Salah satunya, sifat dan karakter manusia, yang dihubungkan dengan ikan.
• Bungkuk belido
Ini untuk menggambarkan orang yang tinggi libidonya. Ada kepercayaan, orang yang bentuk fisiknya bungkuk serupa belido (Notopterus chitala), punya hasrat seks yang tinggi. Sementara “bungkuk udang” dijuluki bungkuk udang.
• Rasan juaro.
Ini dipakai untuk menjuluki orang yang selalu punya rasan atau kehendak yang tidak benar. Penghubungan ini sesuai dengan sifat ikan juaro (Pangasius polyuranodon), yang biasa hidup bergerombol, lalu berebut cepat saat ada sesuatu yang jatuh ke air. Sori, dak lemak nyebutnyo.
• Kelakar Betok
Ini dipakai untuk menggambarkan pembicaraan yang sangat seru, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Ikan betok (Anabas testudineus) dikenal sebagai ikan yang hidup berkelompok di satu lubuk. Apabila pemancing mendapatkan satu ekor betok, dipastikan dia akan mendapatkan “cs” si betok itu lebih banyak. Sifat betok yang cepat menyambar umpan juga dipakai untuk menggambarkan orang yang cerdas. Tak heran, di beberapa daerah di luar Kota Palembang, ada orang yang mendapat aranan atau nama julukan Mat Betok.
• Pecak sepat, metu denget, tau-tau mingsep
Artinya, “Seperti sepat, muncul sebentar, tahu-tahu menghilang (dengan cepat)”. Ini sesuai dengan sifat sepat (Trichogaster trichopterus), yang pada waktu tertentu (terutama saat matahari terik) muncul di permukaan untuk mengambil oksigen, dan secara tiba-tiba menghilang, begitu dilihat orang.
• Pencak seluang, dah keno baru buang
Karmina (pantun kilat) ini berarti, ‘(ibarat) pencak seluang, sudah kena, baru mengelak”. Ini untuk menggambarkan orang-orang yang telmi (tahu kan, telmi?).
• Gaji Toman
Ini untuk menggambarkan orang yang berpenghasilan besar. Soalnya, ikan toman (Channa micropletes) dikenal sebagai ikan yang bergajih (berlemak) sangat banyak.
Ini sekadar tulisan untuk berbagi dengan Bang Zanial, bukan koreksi. Perlu jadi catatan, makian yang dimaksud Bang Zanial adalah makian “orang di Palembang”, bukan “orang Palembang”. Saya berani katakan, makian ini muncul setelah terjadi interaksi dan asimilasi yang panjang antara wong Plembang dengan beragam etnis. Sesungguhnya, orang Palembang tidak biasa berbicara kasar. Semua disampaikan dalam bentuk simbol, sindiran, pepatah, dan pantun. Hal ini terkait dengan semon Palembang, seperti yang sering diungkap lewat pemeo, “Bujuk Melayu, tipu Siak, semon Plembang”. Arti kata semon, dalam istilah anak muda adalah “malu-malu tapi mau”.
Payu, kulo ayun bekelap sami sanak dulur. Diaturi cerios.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=53051958110&ref=nf#/notes.php?id=1598876628
Tengkyu.. aku sudah baco.... mokasih banyak dan kompak selalu
BalasHapus