Rabu, 25 Februari 2009

Pasar Sekanak Palembang




Sumber: KITLV
Pasar Sekanak Tahun 1915.







Pasar Sekanak




Pembanggunan Pasar Sekanak, awalnya didahului oleh keinginan Pemerintah Kolonial Belanda untuk “menyeragamkan” sistem sosial dan ekonomi di daerah jajahan. Meskipun “mengakui” keberadaan pasar terapung di Sungai Musi dan “pasar-pasar” rakyat yang umumnya berada di muara dan sepanjang tepian anak Sungai Musi, Belanda memandang perlu adanya pasar di daratan. Karenanya, setelah menduduki Palembang pada tahun 1821, Belanda pun merencanakan pembangunan pasar umum, yang semua aktivitasnya terkonsentrasi di daratan. Hal ini dituliskan J.L. van Sevenhoven, advokat fiskal dari Batavia yang diangkat sebagai Komisaris Belanda di Palembang pada tahun 1822, sebagai berikut,
Di ibu kota Palembang yang besar, tidak ada pasar umum. Di sudut-sudut anak sungai dan sungai-sungai kecil, dijual makanan. Dengan perahu-perahu kecil, juga barang-barang lain dibawa keliling dan dijajakan. Sekarang, ada sebuah pasar yang besar yang diadakan oleh Pemerintah Belanda. Tiap hari, berjejal-jelallah di sini para penjual dan pembeli. Dan tidak lama kemudian, pasar ini akan menjadi tempat orang-orang dari pedalaman akan datang dengan rakit-rakitnya dan dengan bebas menjual barang-barangnya.
Baru pada awal abad ke-20, muncul pasar tumbuh di kawasan 16 Ilir. Semula, kawasan di sepanjang tepian –arah ke hilir Sungai Musi—Sungai Kapuran ini sebagai kawasan perkantoran dan pertokoan. Namun, pemerintah kolonial memberi kesempatan kepada rakyat Palembang dan sekitarnya untuk menggelar dagangan di kawasan dekat muara Sungai Rendang untuk berdagang cungkukan atau hamparan, semacam pedagang kaki lima saat ini. Syaratnya, barang dagangan yang digelar pagi hari, dibongkar pada sore harinya. Pasar tumbuh ini di-“permanen”-kan sekitar tahun 1918.


http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=52807043110&ref=nf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar