Minggu, 29 November 2009

Sofhuan Yusfiansyah

Sinar Harapan, Selasa 17 Juli 2007
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0707/17/hib07.html

Sofhuan Yusfiansyah
Memperjuangkan Buruh hingga Pelestarian Lingkungan



Oleh
Muhamad Nasir

PALEMBANG - Isu tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan dan pelestarian lingkungan merupakan persoalan yang digeluti Sofhuan Yusfiansyah sejak tahun 1998, saat bergabung sebagai sukarelawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Sejak kuliah Sofhuan sudah menjadi aktivis. Diawali sebagai Koordinator Forum Informasi Reformasi Mahasiswa (1997), kemudian Korwil SBSI Sumsel, anggota Komite Independen Pemantau pemilu, anggota Pijar Sumsel. Setahun berikutnya sebagai anggota Senat Diploma III Fakultas Ekonomi Unsri.
Di internal kampus, dia dipercaya menjadi Ketua Kajian Wawasan Intelektual (KWI) HMI Komisariat D III FE Unsri. Berderet kesibukan sebagai aktivis juga masih diemban pria kelahiran Lubuklinggau 18 Maret 1978 ini, seperti Koordinator Solidaritas Mahasiswa Sumsel untuk Buruh (SMSB).
Di tahun itu pula dia ikut LBH Palembang sebagai sukarelawan. Selanjutnya, Sofhuan yang mengantongi gelar Serjana Hukum Unsri ini menjadi Kepala Divisi Perburuhan LBH Palembang (2001-2002). Di sinilah dia banyak bersinggungan dengan berbagai persoalan perburuhan.
"Soal PHK, gaji minimal, hak-hak dikebiri, dan berbagai persoalan antara majikan dan buruh lainnya," ujar suami dari Armila Febrianti serta ayah dari Shallina Nadya Amalia dan M. Satria Khalifah Nusantara ini.
Puluhan kasus berkaitan dengan buruh pernah ditanganinya. Sebut saja pematokan lahan petani pinggir kota oleh PT Pusri, hak-hak plasma tambak udang PT Wachyuni Mandira, hak-hak buruh tenaga kerja bongkar muat. Di pertambangan, Sofhuan juga membela karyawan PT ConocoPhilip yang di PHK. Bahkan juga membela pengemudi becak dan pedagang kali lima di Palembang.
Meski banyak perjuangan yang menemukan jalan buntu bahkan ada yang gagal total, tidak sedikit yang membuahkan hasil. Sebut saja kasus PT SMJ, kontraktor tambang batu bara PT BA, dimana akhirnya 341 karyawannya mendapat pesangon Rp 3,1 miliar.
Lalu, kasus perdata buruh PT Adiputera Dewasajaya, juga kontraktor PT BA, dimana pihak perusahaan akhirnya melelang seluruh aset perusahan senilai Rp 17 miliar dan Rp 6,5 miliar dibagikan kepada sedikitnya 400 karyawannya. Selain itu, 1.000 karyawan kontrak PT MHP berhasil diperjuangkan kenaikan gaji dan statusnya dari kontrak menjadi karyawan tetap.
Shofuan memang bukan buruh. Dia pun tak pernah menjadi karyawan. Tetapi soal buruh dan karyawan, hak dan kewajiban mereka harus terus diperjuangkan.
"Memang ada hak yang bisa diperoleh tanpa menuntut. Tapi ada juga yang harus didemo bahkan disertai mogok kerja. Ini yang biasanya berisiko dan terkadang berbau anarkis dan kekerasan. Kami berusaha mendampingi kalau terjadi dampak dari perjuangan dan memberikan advokasi, agar hak hukum para buruh yang umumnya minim tidak dipermainkan pihak menajamen," jelas Sofhuan.

Diadang Preman
Banyak pengalaman pahit selama menjadi aktivis, di antaranya saat Sofhuan menyelesaikan hak-hak karyawan PT Adiputra Dewasaja (PT ADP) pada persiapan ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) Pusat dan Menteri Tenaga Kerja di Jakarta. "Saat itu jam 03.00 dini hari saat di Posko Tanjungenim, saya didatangi preman di Posko Tanjungenim didatangi preman membawa senjata tajam. Hampir terjadi pertumpahan darah untuk mengalihkan isu.
Kekerasan, intimasi, dan teror memang selalu ada dalam perjuangan. Maka Sofhuan yang juga aktif di Walhi Sumsel ini, akhirnya merintis jalan ke dunia politik. Dia menjadi Ketua South Sumatera Election Watch (Sumsel Watch) tahun 2003. Sebuah organisasi yang didirikan bersama Henry Dunan, Tarech Rasyid (Sekolah demokrasi Sumsel), Nurkholis, S. H. (Anggota Komnas HAM Indonesia), Sri Lestari, S.H. (Mantan Direktur Walhi Sumsel), dan Munarman, S.H. (Mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Secara teknis dia dibantu Hepriyadi, S.H. (Advokat) dan Margono, S.E serta Sekjen Dewa AK Gumay (Skrg. Manager Komunikasi Flora Fauna Indinesia Daerah Aceh). Ini guna mengawali proses Pilkada di Sumsel tahun 2003.
Di tahun 2003 dia menjabat Wakil Ketua Bidang Organisasi & Politik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Salah Satu Partai Politik di Sumsel. Praktis, langkahnya di LBH berakhir karena dia harus memilih tetap di LBH atau menjadi politisi.
Kemudian pada tahun 2004, menjadi calon anggota legislatif (caleg) pun digelutinya. Ternyata memang berbeda antara memperjuangkan orang lain dan memperjuangkan diri sendiri apalagi di bidang politik. Meski sudah duduk sebagai caleg DPRD Sumsel dengan nomor urut 1, kursi wakil rakyat belum menghampirinya.
Kini, Sofhuan masih menjadi Aktivis (Mantan Ketua Dewan Daerah Walhi Sumsel sejak 2006) sekaligus Pebisnis. Otomatis, berbagai persoalan lingkungan menariknya untuk ikut terlibat. Aktivitas sebagai fasilitator di Sekolah Demokrasi Yayasan Puspa Indonesia dan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi yang dipimpin Tarech Rasyid menambah panjang lahan pengabdian Sofhuan. Perjalanan memang masih panjang. Masih banyak persoalan yang harus diselesaikan.(Berita Sinar Harapan 2007)




Sisi lain Sofhuan Yusfiansyah.SH
Menggeluti Bisnis Pembibitan

BASIS pendidikan di Fakultas Ekonomi Unsri bisa jadi mulai diasah Sofhuan. Kalau sebelumnya ilmu hukumnya telah dipertajam di LBH, Walhi, kini dia mulai mencium dunia bisnis. Dilakoninya sejak awal 2005 awal, omzet usahanya kini memang baru Rp 0,5 miliar di bawah bendera PT Khalifah Nusantara, PT. Jati Merogan Jaya, CV. Nusantara Hijau, CV. Graha Hijau Nusantara, CV. Arthazam Madani, CV. Kreatif Bersama dan konsorsium.
Prospek bisnis pembibitan, menurut Sofhuan, masih terbuka luas. Apalagi saat lingkungan masih rusak, bibit akan dibutuhkan orang.
Tak sekadar bibit Mahoni, tetapi bibit kayu jenis lainnya disediakan Sofhuan, seperti bibit kayu Bambang Lanang, Gaharu, Rimau, Bungur, Tanjung, Kulim, Kayu Manis, Meranti, Pulai, Tembesu, Ketapang dan jati. Selain bibit Tanaman Kehutanan, Kita juga Menyediakan Bibit Tanaman Perkebunan seperti Kakao (Coklat) dan Karet, Bibit Tanaman Buah seperti manggis, kelangkeng, mangga, rambutan dll. Group kita juga menyediakan aneka tanaman hias.
Bukan bermaksud promosi, bibit tanaman hutan ini dijual dengan harga bervariasi antara Rp 2000 hingga Rp 10.000 per pohon.
Mengapa memilih bisnis pembibitan? Menurut Sofhuan, karena masih ada kaitannya dengan pelestarian lingkungan. Semakin banyak bibit dibuat dan semakin banyak orang yang membeli bibit, berarti lingkungan kita akan semakin baik kondisinya. Apalagi dengan kondisi Global Warming yang melanda Dunia sekarang ini.(sir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar