Jumat, 27 Maret 2009

Ayah Kandung Perkosa Anaknya

Tiga Tahun Diperkosa Ayah Kandung

Palembang:

Tiga tahun, Wanti (17, nama samaran) menjadi korban kebiadaban ayah kandungnya yang telah memperkosanya berulang-ulang.

Karena tak tahan, akhirnya dengan ditemani ayah angkatnya, Syamsul, Wanti melaporkan ulah orangtuanya tersebut ke Poltabes Palembang Jumat (27/3).


Warga Jalan Mayor Zen Lorong Perintis, Palembang, ini mendatangi SPK Poltabes Palembang guna melaporkan tersangka Jayadi (40), yang tidak lain ayah kandungnya. Dalam laporannya, dia mengaku telah diperkosa berulang kali sejak 2006.

Wanita yang baru beranjak remaja itu menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya kepada polisi dengan malu-malu. Pertama dia diperkosa ayahnya pada 2006 sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu rumah dalam kondisi sepi. Awalnya korban sempat menolak permintaan ayahnya.

Tersangka yang sudah kerasukan setan mengancam akan membunuh korban jika tidak memenuhi permintaannya. Dibawah ancaman, korban terus berontak. Namun akhirnya, malam itu tak berhasil mempertahankan kehormatannya.

Sejak itu, sang ayah selalu minta dilayani setiap ada kesempatan, terutama saat rumah sedang sepi. Sebagai anak, dia sangat keberatan untuk melayani nafsu berahi ayahnya. Namun, karena diancam akan dibunuh, dia terpaksa memenuhi keinginan nafsu setan ayahnya.

Korban sebenarnya sempat mengadu kepada ibunya. Ibunya justru dihajar hingga babak belur. Karena tidak tahan lagi dengan derita yang menimpanya, sejak 25 Februari 2009, korban kabur dari rumahnya. Dia sempat tinggal bersama ayah angkatnya, Syamsul, di Sukarami, Palembang.

Meskipun sudah menjadi korban kebiadaban sang ayah, korban tetap tidak melaporkan perbuatan bejat ayahnya ke polisi. Setelah diberi pengertian oleh ayah angkatnya, korban dengan berat hati akhirnya melaporkan perbuatan ayah kandungnya ke pihak kepolisian.
Kapoltabes Palembang Kombes Lucky Hermawan membenarkan pihaknya menerima laporan korban. Kini kasus tersebut tengah ditangani. (sir)

Senin, 23 Maret 2009

Resep Asli Musi




Resep Ikan Kerapu







Oleh Yuddhy Syarofie

Tim Kerapu IKAN kerapu yang dikenal sebagai ikan keretang oleh nelayan Sungsang atau kerasang oleh masyarakat Jambi, hingga kini masih tergolong sebagai ikan bernilai ekonomis tinggi. Karena itu pula, untuk kawasan yang jauh dari wilayah pesisir, ikan ini jarang dijumpai di pasar. Kalaupun ada, harganya sangat tinggi dan ukurannya juga kecil-kecil. “Tidak masuk ukuran ekspor”. Itu istilahnya, karena memang ikan ini langsung ditampung oleh agen, untuk selanjutnya ditampung lagi oleh eksportir. Betapa tinggi nilai ekonomis sang ikan, beberapa daerah telah melakukan budidaya hasil laut (marine culture). Namun, sebagian besar daerah di Indonesia –termasuk Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung—masih mengandalkan hasil tangkapan laut. Ada beberapa jenis ikan ini, antara lain kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Epinhelus fuscogulbatus), dan yang paling mahal harganya, kerapu sunu (Pleotopomus leopordus). Sebagai bahan pangan, serat daging ikan ini sangat khas. Sebagian konsumen bahkan mengatakan ada beberapa rasa dalam sekerat daging sang ikan. Hebat kan? Berikut, resep salah satu olahan kerapu dari sekian banyak olahan yang dapat dilakukan. Harus tetap diingat, memasak bahan pangan harus selalu memerhatikan karakter sang bahan pangan. Dengan demikian, menu yang pas akan menghasilkan makanan dengan rasa pas –bukan pas-pasan, tentu saja—sehingga melegakan selera makan kita. Resep Tim Kerapu Bahan: • 2 ekor kerapu ukuran sedang (antara 250-500 gr) • 1 ruas jahe dihaluskan • 2 ruas jahe dipotong batang korek api • 2 buah bawang merah dihaluskan • 3 buah bawang merah diiris tipis • 4 siung bawang putih dihaluskan • 2 siung bawang putih diiris tipis • 1 tangkai jembak, iris serong • 2 lembar daun jeruk diiris tipis • 1 buah tomat • 1 buah jeruk nipis • 1 buah jeruk lemon • 6 butir ketumbar • 4 butir merica • garam secukupnya. Cara Membuat: 1. Bersihkan ikan, taburi jeruk nipis dan garam ke tubuh ikan hingga ke dalam rongga perutnya. Diamkan selama lebih kurang 15 menit. 2. Cuci bersih ikan hingga terasa kesat. 3. Lumuri ikan dengan campuran jahe, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan merica yang dihaluskan plus perasan jeruk nipis. Apabila suka pedas, dapat tambahkan irisan cabe. Diamkan selama lebih kurang 10-30 menit. 4. Tempatkan ikan di mangkuk tahan panas. 5. Taburkan irisan bawang merah, bawang putih, dan jahe yang telah diberi garam, serta irisan daun jeruk. 6. Kukus. 7. Sekitar 15 menit, letakkan irisan jembak. Kemudian, susul dengan tomat dan jeruk lemon. Selain untuk garnis, kedua bahan ini juga dapat memberi rasa dan aroma. 8. Biarkan mangkuk di dalam kukusan selama lebih kurang 5 menit, lalu angkat. Siap dihidangkan. Catatan: Semua resep tidak menggunakan penyedap rasa. Mulailah menjauhkan MSG, bahan pengawet, dan pewarna kimia dari kehidupan keluarga kita.



http://www.facebook.com/wall.php?id=1600004211&banter_id=1041908444&show_all#/profile.php?v=feed&id=1041908444

Selasa, 17 Maret 2009

Pasar 16 Ilir Palembang

Zaman Belanda, Palembang Sudah Ber-BG








Sumber: KITLV
Pelat Nomor Polisi "BG" di Jalan Pasar Tahun 1930.



oleh Yudhy Syarofie


MAKMUR meskipun di tanah jajahan. Begitulah yang dirasakan rakyat Sumatera Selatan, saat harga karet melambung-lambung hingga dua dasawarsa abad ke-20. Kawasan 16 Ilir menjadi saksi atas kemakmuran yang luar biasa itu.
* * *
DENGAN tingkat kemakmuran yang tinggi ini, rakyat Keresidenan Palembang –terutama kawasan di Sumatera Selatan penghasil getah karet (Hevea Brasiliensis) itu sudah terbiasa mendengarkan piringan hitam yang diputar pada gramafon dari berbagai merek, seperti Edison, Polydor, dan His Masters Voice. Bagi yang senang dengan fotografi, tersedia pula kamera foto. Semua produk “mewah” itu diiklankan di surat kabar lokal, seperti Pertja Selatan, Pewarta Melajoe, atau Kemudi.
Bagi warga yang sudah melek huruf dan mampu membaca koran, iklan itu pun memikat hati mereka. Didatangilah pertokoan di Pasar 16 Ilir untuk membeli bermacam barang itu. Tidaklah heran, apabila kemudian, setelah bertransaksi getah karet dengan para penampung, juga bank-bank yang berada di kawasan itu, para toke karet ini mengangkut beragam barang mewah ke kampung mereka. Sebagai catatan, pendirian bank-bank niaga di kawasan ini –seperti diulas pada tulisan terdahulu—dipicu oleh semakin membaiknya perekonomian di keresidenan ini.
Bisnis perkaretan di Palembang, pada masa awal abad ke-20 ini sangat menjanjikan. Apalagi setelah terjadi rubber booms antara tahun 1914-1915. Kondisi ini makin meningkat setelah tahun 1920-an. Tak heran, banyak orang kaya di Keresidenan Palembang berkat bisnis getah dari tanaman yang dibawa dari Singapura oleh jemaah haji asal Palembang itu. Tanaman yang berasal dari Desa Para –nama desa ini kemudian melekat sebagai salah satu sinonim pohon karet—yang berada di Brasil sana.




Sumber: KITLV
Mobil berpelat BG dalam kondisi foto utuh.




Sebetulnya, bukan hanya bisnis di Keresidenan Palembang yang “meledak” akibat getah karet. Tercatat, beberapa daerah lain di wilayah Hindia Belanda mengalami hal yang sama. Ini pun menarik perhatian Pemerintah Hindia Belanda, yang pada Oktober 1924 mendirikan suatu badan yang dinamai De Native Rubber Investigation Commissie untuk melakukan semacam penelitian mengenai kondisi perkaretan di negeri jajahannya ini. Termasuk pula, berapa besar penghasilan yang didapat perusahaan eksportir. Hal itu terjadi akibat terjadinya lonjakan permintaan getah karet pada masa 1920-an. Hasil penelitian itu kemudian diterbitkan dalam sebuah laporan berjudul De Bevolkingscultuur in Nederlandsch Indie (Pertja Selatan; 7 Oktober 1927).
Sebagai gambaran, dapat dilihat pada data ekspor karet pada tahun 1919-1926;

Tahun Ekspor Basah (ton) Ekspor Kering (ton) Harga (juta rupiah)
1919 13.000 - -
1920 10.000 - -
1921 6.000 - -
1922 25.000 20.000 15
1923 53.000 40.000 50
1924 86.000 56.000 70
1925 128.000 83.000 250
1926 128.000 85.000 180
Sumber: Pertja Selatan, 7 Oktober 1927
Catatan: mata uang yang dipakai, rupiah.
Surat kabar yang terbit di Palembang ini juga menampilkan data mengenai besaran ekspor karet di Indonesia, berdasarkan Keresidenan, pada tahun 1927 per Januari-September.

Keresidenan Ekspor Kering (ton) Ekspor Basah (ton)
Borneo Barat 21.133 16.906
Borneo Selatan dan Timur 26.299 15.780
Jambi 30.511 15.256
Palembang 17.037 11.951
Sumatera Timur dan Aceh 16.648 11.154
Riau dan Daerahnya 7.863 6.984
Tapanuli 3.528 3.175
Bangka 2.163 1.449
Bengkulu 953 638
Sumber: Pertja Selatan, 7 Oktober 1927

Palembang Punya “BG”
DALAM situasi ini, rakyat Keresidenan Palembang yang semula sangat lekat dengan budaya tepian sungai (riverine culture) mulai kenal dengan budaya “daratan”. Sebagian dari mereka yang diuntungkan oleh bisnis getah karet kemudian seolah berlomba membeli mobil. Selain distributor mobil yang menyediakan beragam merek mobil di Jl. Tengkuruk, sebuah perusahaan dagang –istilah sekarang, agen tunggal pemegang merek—mobil Ford, bahkan kemudian mendirikan ruang pamer (show room) di kawasan Sungai Rendang, yang terletak di sebelah hilir 16 Ilir.
Dalam tahun 1920, mobil pribadi belum sampai 300 unit. Namun, pada tahun 1927, jumlahnya meningkat sampai 3.475 unit, terdiri atas berbagai merek, yaitu Ford, Albion, Rugby, Chevrolet, dan Whitesteam.
Saat ini, pasaran mobil demikian pesat. Dua perusahaan mobil Amerika, seperti dimuat dalam iklan di surat kabar Pertja Selatan, yaitu Ford dan Chevrolet berkompetisi merebut konsumen. Pada tahun 1920-an ini, sedan Ford dipatok dengan harga Nlg 2.155, sedangkan Chevrolet seharga Nlg 2.195.
Sebuah foto berangka tahun 1930, menunjukkan kondisi di kawasan Jl. Pasar (Pasarstraat) 16 Ilir. Pada foto ini, tampak sebuah mobil yang terlihat jelas pelat nomornya. Dari sini, dapatlah diambil kesimpulan bahwa pemakaian hirif BG sebagai identitas nomor polisi kendaraan di Palembang –mungkin juga berlaku bagi kota lain di Indonesia—merupakan adopsi dari zaman Belanda. Ternyata, bukan hanya KUHP yang diadopsi dari negeri penjajah itu.
Tulisan ini berdasarkan penelitian dari berbagai sumber, baik tertulis maupun wawancara.
Selanjutnya: Pedagang Cungkukan, Kampung Cina, dan Pertokoan


dikutip dari: http://www.facebook.com/wall.php?id=1159207639&banter_id=1041908444&show_all#/note.php?note_id=56935593110&ref=mf

Jumat, 13 Maret 2009

Telkomsel-iPhone 3G

Telkomsel Jual iPhone 3G



Jakarta:


Telkomsel hari ini mengumumkan dimulainya penjualan iPhone 3G yang peluncurannya dilaksanakan pada 20 Maret 2009 mulai pukul 8 malam di Pacific Place, Pavilion-South Entrance, Jakarta Selatan.



Mulai Senin, 23 Maret 2009, iPhone 3G akan dijual di GraPARI dengan harga senilai Rp 2.622.000*. iPhone 3G juga tersedia di gerai PT Trikomsel Oke (Oke Shop), PT Cipta Multi Usaha Perkasa (Global Teleshop), PT Simpatindo Multimedia (Sarindo), dan PT Telesindo Shop (Telesindo Shop) yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Telkomsel akan memperluas penjualan iPhone 3G ke seluruh Indonesia mulai Sabtu, 28 Maret 2009, di mana informasi tempat dan lainnya dapat diakses lewat website http://www.telkomsel.com/iphone/wheretobuy.



iPhone 3G merupakan kombinasi tiga produk dalam satu kesatuan, yakni ponsel yang revolusioner, iPod berlayar lebar, dan terobosan baru perangkat internet yang menghadirkan pengalaman menakjubkan dari sebuah perangkat mobile. Dengan dukungan kecepatan jaringan 3G, peta GPS, dan berbagai fitur enterprise/korporat diantaranya Microsoft Exchange, iPhone 3G menghadirkan beragam fitur layanan lewat satu sentuhan jari. Melalui akses App Store, tersedia puluhan ribu aplikasi mulai dari games sampai dengan social networking, financial planning, dan health management, yang telah di-download lebih dari 500 juta kali sampai saat ini. Saat ini iPhone 3G telah hadir di lebih dari 70 negara di seluruh dunia.



Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengatakan, “iPhone 3G akan mengubah pengalaman pelanggan dalam menggunakan sebuah perangkat ponsel. Kombinasi iPhone 3G yang revolusioner dengan jaringan kecepatan tinggi terluas berkualitas dari Telkomsel tentunya akan menghadirkan kenyamanan lebih bagi pelanggan, baik untuk layanan voice dan SMS maupun browsing web dan mendengarkan musik.”



Telkomsel juga menawarkan tiga pilihan paket tarif khusus untuk iPhone 3G, yang sudah termasuk Gratis bicara, SMS, dan akses data. Pelanggan dapat menikmati Gratis incoming call sepanjang hari, Gratis outgoing call hingga 360 menit dan Gratis 300 SMS Gratis, serta Gratis penggunaan akses data sebesar 1 GB (upload dan download) dengan kecepatan hingga 3,6 Mbps. Paket ini dapat dinikmati oleh pelanggan kartuHALO, simPATI, dan Kartu As.



iPhone 3G terbaru ini dapat digunakan di seluruh jaringan Telkomsel (2G maupun 3G), serta mampu mendeteksi jaringan hotspot Wifi secara otomatis, sehingga sangat powerful untuk penggunaan internet kecepatan tinggi maupun browsing multimedia kapan pun dan di mana pun. Saat ini jaringan Telkomsel telah melayani hingga ke pelosok negeri dan seluruh propinsi dan kabupaten di Indonesia, bahkan telah sukses menggelar jaringan 3G di lebih dari 140 kota. Telkomsel terus berkomitmen untuk melayani Indonesia lewat penggelaran jaringan selular dan tahun ini telah mengalokasikan investasi sebesar USD 1,5 billion termasuk di antaranya untuk menghadirkan jaringan 3G terbaik.



Telkomsel dengan bangga menyediakan sebelas layanan aplikasi khas Indonesia yang dapat dinikmati pelanggan, yakni: Trans Jakarta (informasi Trans Jakarta/Bus Way), Aphrodite (jadwal pertandingan olahraga dunia), Jakarta Globe (layanan berita berbahasa Inggris), BuUuk (Rekomendasi tempat kuliner di Jakarta dan Bali), Foyage (peta kota setempat), Detik.com (layanan berita), Angklung (musik), SCTV (televisi), Kapanlagi.com (web gaya hidup dan hiburan), Macetlagi.com (portal monitoring jalan raya dan streaming), dan Kompas (layanan berita). Aplikasi tersebut dapat di-download secara gratis untuk beberapa waktu dari Apple App Store.



Pelanggan yang telah melakukan registrasi iPhone 3G via website akan mendapatkan prioritas utama pembelian setelah peluncuran resmi. Mereka akan dihubungi melalui email maupun SMS tentang rincian bagaimana untuk menjadi salah satu pelanggan pertama di Indonesia yang memiliki sebuah iPhone 3G dari Telkomsel. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.telkomsel.com/iphone. (sir/rel)

Senin, 02 Maret 2009

Pasar dan Bank Sumsel



Sumber: KITLV
Simpang tiga Jl. Sekolah (Schoolweg), Jl. Pasar (Pasarstraat), dan Jl. Keraton (Kratonweg) pada tahun 1935.











Perbankan Tumbuh di Pusat Perekonomian

Oleh Yudhy Syarofie






MELIHAT foto-foto lama yang menunjukkan kondisi Kawasan 16 Ilir tempo doeloe, tampaklah keteraturan. Pendapat ini memang bersifat debatable, misalnya dengan mengatakan, itu saat penduduk Palembang masih sedikit. Namun harus diakui, penataan yang dilakukan Pemerintah (Belanda) saat itu cukup apik. Namun, harus dicatat, bahwa saat itu kawasan ini tetap saja tidak bebas pedagang kaki lima. Artinya, semua berpulang kepada siapa yang mengatur dan bagaimana cara mengaturnya.
***
USAI penimbunan, Sungai Tengkuruk dijadikan jalan. Hal ini terkait dengan program Pemerintah Kolonial dalam penyediaan sarana “cari angin” bagi warga Eropa (soal sarana hiburan, nanti dibahas tersendiri). Ini merupakan rangkaian dari pembangunan jalan di depan Kuto Besak (kini Jl. SMB II), Staadhuisweg (kini Jl. Merdeka), jalan di tepian Sungai Sekanak samping Kantor Walikota saat ini (sekarang, Jl. Sekanak), dan Jl. Sekitar kawasan Talangsemut.
Sebuah foto bertahun 1930, menampakkan salah satu sudut jalan di Pasar 16 Ilir (dilihat dari arah Musem SMB II saat ini), menampakkan jalan dan trotoar yang bersih. Begitupun pengaturan arus lalu lintasnya. Tampak seseorang yang sedang menarik semacam gerobak penumpang. Dalam film-film kungfu Hongkong, becak serupa ini disebut rigshaw. Penariknya, seorang Cina yang rambutnya dikuncir. Tarif yang diterapkan seragam, yaitu sewang atau 10 sen.
Jalan Tengkuruk pun menjadi sarana jalan di samping sebagai sarana ruang publik. Namun, penikmatnya, seperti halnya taman lain --di depan Balai Pertemuan Sekanak, Kambang Iwak, dan beberapa tempat lain-- kebanyakan adalah orang Eropa.
Pola bulevar memungkinkan jalan ini menjadi sangat sedap dipandang. Selain trotoar yang disediakan bagi pejalan kaki, dan dilengkapi pula dengan lampu hias di bagian tengah (median)-nya dan pepohonan rindang di salah satu sisinya.
Sisi lain, bangunan pertokoan dan perkantoran (kini di bagian Jl. Tengkuruk Permai) tetap dipertahankan. Perlakuan sama juga atas pertokoan --umumnya dua tingkat-- di Jl Pasar Baru dan blok di Jalur 11 (nama saat ini).
Beberapa foto yang diambil antara tahun 1930-1958, menunjukkan, adanya penataan di kawasan itu yang mengarah kepada bentuk pusat perbelanjaan (pertokoan). Selain bangunan toko --ini tampak pula pada foto-foto yang diambil sebelum tahun 1930-an—yang berjajar, juga tampak adanya arkade. Yaitu, lorong yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dengan atap-atap di bagian atasnya.
Aktivitas perdagangan internasional, terutama karet (Hevea brasiliensis), tembakau, kopi, kapas (Exbucklandia populnea R. Brown), serta hasil bumi lainnya, menyebabkan kawasan ini pun menjadi “pusat” perbankan. Sepanjang tepian Sungai Musi dari Sekanak hingga 16 Ilir dipenuhi oleh rakit-rakit tumpahan. Rakit ini dimaksudkan untuk menampung hasil bumi, terutama karet, dari kawasan Uluan sebelum transaksi dilakukan.
Pada masa ini, bank niaga pertama yang membuka cabangnya di Keresidenan Palembang adalah Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) pada tahun 1900. Sementara De Javasche Bank, sebagai bank sirkulasi untuk bank niaga, membuka cabang di Palembang pada 20 September 1909. Dapat dikatakan, NHM merupakan “pemain tunggal” di Palembang selama dua dasawarsa.
Perkembangan perdagangan getah karet yang luar biasa setelah tahun 1910, membuat beberapa manajemen bank membuka cabang di Palembang. Setelah tahun 1920, berdirilah kantor cabang Nederlandsche Indische Escompto Maatschapij, Nederlandsche Indische Handelsbank, dan Hong Ho (perusahaan bank Cina).










Sumber: KITLV
Jl. Sekanak, tempat pelesiran orang-orang Eropa. Foto diambil tahun 1900.









Bank-bank yang kesemuanya berkantor di kawasan 16 Ilir ini membiayai hampir semua perdagangan karet dan kopi di Keresidenan Palembang. Sistem yang dipakai kala itu adalah gadai konsinyasi atau kredit yang diterima. Pihak bank membuat daftar dagang berjangka. Semua jenis tanaman yang tecantum di dalam daftar ini dapat dipakai sebagai bahan gadai di bank. Pembelian dan penjualan harus dilakukan melalui pialang yang diakui Kamar Dagang. Para pedagang pun dapat menggadaikan karet atau kopinya kepada bank. Komoditas ini kemudian disimpan di dalam gudang (veem) dan dapat mengambilnya kembali apabila utang sudah lunas. Pedagang juga dapat mengambil kredit di bank apabila memiliki surat tertulis dari pialang yang menyatakan bahwa sang pemohon kredit akan menyerahkan komoditas (misalnya, karet) dalam jangka waktu tertentu.

Bank Sumsel
DENGAN kondisi perbankan serupa ini, tidaklah mengherankan apabila kemudian –pada masa kemerdekaan—pemerintah mendirikan bank milik daerah di kawasan ini. Karena situasi dan kondisi politik yang tidak memungkinkan menjelang akhir tahun 1950-an, pemerintah memberlakukan darurat perang. Karenanya, kebijakan pembangunan banyak dipegang oleh militer.
Panglima Ketua Penguasa Perang Daerah Tentara dan Territorium (TT) II Sriwidjaja Tingkat I Sumatera Selatan, Letkol Barlian, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. 132/SEP/’58 pada 10 April 1958. SK mengenai pendirian Bank Pembangunan Sumatera Selatan ini berlaku surut mulai 6 November 1957. Dengan demikian, 6 November 1957 dicatat sebagai hari lahir PT Bank Pembangunan Sumatera Selatan.
Panglima Ketua Penguasa Perang Daerah TT II Sriwidjaja Tingkat I Sumatera Selatan, Letnan Kolonel Harun Sohar, yang menggantikan Letkol Barlian pada 14 Mei 1958, kemudian mendaftarkan pendirian PT Bank Pembangunan Sumatera Selatan ke Notaris Tan Thong Kie, 29 September 1958, sehingga tercatat sebagai Akta Notaris No. 54 (Tambahan Berita-Negara RI 17/7-1959 No. 57).
Pendirian bank ini didaftarkan oleh Mayor TNI Roesnawi, Kepala Staf Harian Penguasa Perang TT II Sriwidjaja, atas kuasa Letnan Kolonel Harun Sohar, Penjabat Panglima Penguasa Perang TT II Sriwidjaja. Pendaftar kedua adalah Mr. H. Makmoen Soelaiman, Penjabat Presiden Direktur Bank Pembangunan Sumatera Selatan.
Bank ini, terletak di kawasan Jl. Tengkuruk (kini Jl. Jenderal Sudirman), menempati eks-Gedung Sekolah Misi Methodist. Sejak didirikan awal abad ke-20 hingga tahun 1950-an, masyarakat Palembang menyebutnya sebagai sekolah Inggris dan jalan itu masih disebut sebagai Jalan Sekolah. Ini mengacu kepada nama jalan semasa pemerintah kolonial, yaitu Schoolweg.



Dikutip dari: http://www.facebook.com/home.php#/photo.php?pid=30152948&op=1&view=all&subj=54104458110&aid=-1&oid=54104458110&id=1598876628