Pelaku Mutilasi Dipenjara 20 Tahun
Palembang:
Delapan terdakwa yang terlibat kasus mutilasi terhadap Eko Adi Saputra, seorang tahanan anak di LP Pakjo,divonis hukuman pidana 20 tahun penjara oleh majelis hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Khusus Palembang, Rabu (27/7).
Putusan hakim lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Safriyanto yang menuntut dengan hukuman pidana 17 tahun penjara. “Sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dalam dakwaan Kesatu,” tegas Ketua Majelis Hakim H Ahmad Yunus SH MH.
Ahmad Yunus menyatakan, delapan terdakwa yakni Heru, 20; Andre, 23; Aji, 19; Iskandar, 22; Dedi, 21; Ahmad Habibi,20; Prayitno,19; dan Fitriansyah, 19,terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama- sama secara berencana menghilangkan nyawa orang lain.
Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU disebutkan, para terdakwa memutilasi seorang tahanan anak di kamar ruang tahanan No 8C, LP Anak Klas 1A Palembang,pada Senin 22 November 2010,se-kitar pukul 00.30 WIB.Saat kejadian, para pelaku dan korban ditahan di ruang yang sama. Korban sengaja dibunuh dengan cara dipukul dan dibekap dengan bantal,karena korban dianggap hendak melarikan diri dari tahanan.
Waktu itu, terdakwa Prayitno dan Andre memotong daun telinga korban,sedangkan Habibi memotong kemaluan korban dengan sendok yang kedua sisinya telah ditajamkan. (sir)
Rabu, 27 Juli 2011
Jumat, 08 Juli 2011
Wapres Tutup Jamnas IX di Teluk Gelam, OKI
Wapres Tutup Jamnas IX di Teluk Gelam, OKI
Budiono : Kepemimpinal Bukan Hanya di Bidang Politik
KAYUAGUNG- Jambore Nasional (Jamnas) IX ditutup oleh Wapres Budiono (9/7) diikuti ribuan para pengalang pramuka dari seluruh pelosok nusantara. Setelah sebelumnya Jamnas OKI dibuka secara langsung oleh Presiden SBY.
Dalam sambutannya, Budiono menyatakan bahwa kepemimpinan jangan dianggap hanya di bidang poltik, kepemimpinan itu berada di segala bidang. “ Janganlah kalian menganggap kepemimpinan hanya berada di bidang politik, bukan hanya politik,” tegas Budiono.
Kepemimpinan yang dimaksud kata budiono, adalah kepemimpinan segala bidang, mulai dari bisnias, profesinal. Olahrga dan pendidikan. Kader-kader pemimpin bangsa ini berada di para pramuka, dan untuk itu para pemuda harus siap mengambil alih tugas kepemimpinan kedepan.
Eksistensi dan persatuan negeri imbuh wapres, harus tetap dijaga. Pramuka sebagai pandu harus berdiri pada barisan depan. Paham terorismse dan radikalimse tidak boleh mengancam NKRI
Ditambahkannya, peserta Jamnas OKI merupakan penggalang pilihan yang diharapkan bisa menularkan pengalaman selama Jamnas ke daerahnya masing-masing. Wapres pun meminta pengalaman berharga ini bisa diimplementasikan di kehidupan nyata para penerus bangsa ini.
"Tugas kita adalah berbagi. Tugas kami adalah mempersiapkan generasi penerus, sementara adik-adik adalah mempersiapkan diri sehingga siap saat penggantian pemimpin nantinya," ungkap Budiono
Ketua Kwartir Nasional Azrul Azwar mengemukakan
banyaknya peserta Jamnas tahun ini menunjukkan animo dan minat anak-anak terhadap Pramuka cukup baik. Ini menunjukkan revitalisasi Pramuka sudah terlaksana dengan baik.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengemukakan bahwa pelaksanaan Jamnas diyakini banyak memberikan manfaat bagi pembinaan kepemimpinan dan bernegara. Ini merupakan modal bagi pembinaan karakter anak-anak yang bakal menjadi pemimpin di masa depan. Jamnas IX tahun 2011 di Teluk Gelam, Kayuagung, Sumsel diikuti sedikitnya 30.000 Pramuka se-Indonesia ditambah Pramuka dari Malaysia dan Singapura. Juga Pramuka utusan KBRI negara se-Asia Pasifik.
Polisi dan Guru Jual Narkoba
Palembang:
Seorang oknum polisi yang diduga terlibat penjualan narkoba dan guru SMP di Palembang diringkus petugas Direktorat Narkoba Polda Sumsel, Jumat (8/7) sekitar pukul 03.00 WIB. Keduanya diamankan dalam kasus terpisah.
Seorang oknum guru SMPN 8 Palembang Antarwijaya alias Babe (46), warga Jalan KKO Badarudin II, RT 07/04,Kelurahan Sungai Buah, Palembang tak bisa mengelak lagi, saat anggota Unit IV Ditnarkoba Polda Sumsel menemukan 17 paket kecil sabu di rumah tersangka, Kamis (7/7) sekitar pukul 20.00 WIB.
Selain menangkap oknum PNS ini, tim yang dipimpin Ajun Komisaris Polisi (AKP) Paulina ini,juga berhasil membekuk tersangka Ade,36,di kosannya Jalan Ramakasih III, Kelurahan Duku, Palembang. Dari tangan tersangka yang diduga sebagai penyuplai sabusabu kepada sang oknum guru ini, polisi kembali menemukan satu paket kecil sabu-sabu.
Direktur Narkoba (Dirnarkoba) Polda Sumsel Komisaris besar (Kombes) Pol Teguh mengatakan, penangkapan tersangka berkat informasi warga bahwa di rumah tersangka Babe sering dijadikan tempat transaksi penjualan narkoba.
” Mendapat laporan itu, tim Unit IV langsung bergerak melakukan penyelidikan. Bahkan tim setiba di ru-mah tersangka Babe langsung melakukan penggeledahan,” ungkap Teguh kemarin di ruang Unit IV Ditnarkoba Polda Sumsel. Tersangka Babe ditemui di ruang riksa Tim IV Ditnarkoba membantah jika 17 paket sabu itu miliknya. ”Semua barang milik ade,saya hanya dititipi saja.
Tapi kalau saya mau beli sama Ade, pasti diskon harga miring, karena saya membantunya menyimpan sabu itu,”ungkap Babe. Terpisah, Kepala SMPN 8 Palembang Hamsir saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui jika ada ade satiaoknum gurunya ditangkap polisi garagara urusan narkoba.
Polisi
Jika sebelumnya Brigadir Satu (Briptu) Ferdiansyah alias Dian (26), diringkus seusai menjual narkoba jenis sabu-sabu, oknum polisi yang diringkus kali ini bertugas di Satuan Sabhara Polresta Palembang. Tersangka diketahui bernama Brigadir Polisi Yosi Dwi Arianto (36), warga Jalan Yos Sudarso,Lorong Cindo Mulya, Kelurahan 2 Ilir,Kecamatan IT II, Palembang.
Dia diringkus bersama temannya, seorang oknum anggota Polisi Pamong Praja (Pol PP) Pemkot Palembang Eko (35), warga Mayor Zein,Kecamatan Kalidoni. Keduanya ditangkap saat tengah berada di halaman Kafe dan Karaoke Dinasti, di Jalan Residen Abdul Rozak, Kecamatan Kalidoni, Palembang.
Dibekuknya kedua tersangka berawal dari ditangkapnya Manager Kafe dan Karaoke Dinasti Romi,25; dan seorang satpamnya,Heri (43). Dari tangan tersangka Brigadir Yosi, polisi mengamankan satu paket kecil sabu yang disimpan tersangka dalam kotak rokok.Sementara,dari tersangka Romi dan Heri, disita 11 butir ineks biru logo lumbalumba yang diduga dipasok tersangka Eko.
Menurut Direktur Narkoba
Seorang oknum polisi yang diduga terlibat penjualan narkoba dan guru SMP di Palembang diringkus petugas Direktorat Narkoba Polda Sumsel, Jumat (8/7) sekitar pukul 03.00 WIB. Keduanya diamankan dalam kasus terpisah.
Seorang oknum guru SMPN 8 Palembang Antarwijaya alias Babe (46), warga Jalan KKO Badarudin II, RT 07/04,Kelurahan Sungai Buah, Palembang tak bisa mengelak lagi, saat anggota Unit IV Ditnarkoba Polda Sumsel menemukan 17 paket kecil sabu di rumah tersangka, Kamis (7/7) sekitar pukul 20.00 WIB.
Selain menangkap oknum PNS ini, tim yang dipimpin Ajun Komisaris Polisi (AKP) Paulina ini,juga berhasil membekuk tersangka Ade,36,di kosannya Jalan Ramakasih III, Kelurahan Duku, Palembang. Dari tangan tersangka yang diduga sebagai penyuplai sabusabu kepada sang oknum guru ini, polisi kembali menemukan satu paket kecil sabu-sabu.
Direktur Narkoba (Dirnarkoba) Polda Sumsel Komisaris besar (Kombes) Pol Teguh mengatakan, penangkapan tersangka berkat informasi warga bahwa di rumah tersangka Babe sering dijadikan tempat transaksi penjualan narkoba.
” Mendapat laporan itu, tim Unit IV langsung bergerak melakukan penyelidikan. Bahkan tim setiba di ru-mah tersangka Babe langsung melakukan penggeledahan,” ungkap Teguh kemarin di ruang Unit IV Ditnarkoba Polda Sumsel. Tersangka Babe ditemui di ruang riksa Tim IV Ditnarkoba membantah jika 17 paket sabu itu miliknya. ”Semua barang milik ade,saya hanya dititipi saja.
Tapi kalau saya mau beli sama Ade, pasti diskon harga miring, karena saya membantunya menyimpan sabu itu,”ungkap Babe. Terpisah, Kepala SMPN 8 Palembang Hamsir saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui jika ada ade satiaoknum gurunya ditangkap polisi garagara urusan narkoba.
Polisi
Jika sebelumnya Brigadir Satu (Briptu) Ferdiansyah alias Dian (26), diringkus seusai menjual narkoba jenis sabu-sabu, oknum polisi yang diringkus kali ini bertugas di Satuan Sabhara Polresta Palembang. Tersangka diketahui bernama Brigadir Polisi Yosi Dwi Arianto (36), warga Jalan Yos Sudarso,Lorong Cindo Mulya, Kelurahan 2 Ilir,Kecamatan IT II, Palembang.
Dia diringkus bersama temannya, seorang oknum anggota Polisi Pamong Praja (Pol PP) Pemkot Palembang Eko (35), warga Mayor Zein,Kecamatan Kalidoni. Keduanya ditangkap saat tengah berada di halaman Kafe dan Karaoke Dinasti, di Jalan Residen Abdul Rozak, Kecamatan Kalidoni, Palembang.
Dibekuknya kedua tersangka berawal dari ditangkapnya Manager Kafe dan Karaoke Dinasti Romi,25; dan seorang satpamnya,Heri (43). Dari tangan tersangka Brigadir Yosi, polisi mengamankan satu paket kecil sabu yang disimpan tersangka dalam kotak rokok.Sementara,dari tersangka Romi dan Heri, disita 11 butir ineks biru logo lumbalumba yang diduga dipasok tersangka Eko.
Menurut Direktur Narkoba
Polisi Polres Banyuasin Jual Sabu-sabu
PALEMBANG– Brigadir Satu (Briptu) Ferdiansyah alias Dian, 26, kini harus merasakan pengapnya sel prodeo setelah diringkus seusai menjual narkoba jenis sabu-sabu.
Warga Jalan Pangeran Ayin, Kompleks Puspa Sari, Blok D, No 8,Kelurahan Kenten Laut, Kabupaten Banyuasin, ini disergap di samping Hotel Best Sekip,Lorong Ogan Ilir,Palembang, Selasa (5/7) sekitar pukul 22.15 WIB,oleh petugas Subdit 2 Direktorat Narkoba (Ditnarkoba) Polda Sumsel yang melakukan penyamaran. Selain tersangka, petugas juga menangkap kurir sabu, Weli Irwansyah, 27, yang tercatat masih tetangga korban.
Dari tangan kanan Briptu Ferdiansyah ini,anggota Ditnarkoba pimpinan Kasat Subdit 2 AKBP Suwadji menyita satu kantong sabu-sabu senilai 10 jie atau seharga Rp13,5 juta. Direktur Narkoba Polda Sumsel Kombes Pol Teguh Priyatno dikonfirmasi membenarkan penangkapan terhadap seorang oknum polisi yang tercatat bertugas di Bagian Sarana, Prasarana, dan Logistik Polres Banyuasin itu.
Penangkapan tersangka berkat informasi warga yang menyebutkan bahwa di wilayah tersebut sering terjadi transaksi narkoba jenis sabu-sabu. ”Mendapat laporan, anggota Subdit II Ditnarkoba Polda Sumsel melakukan penyelidikan. Hasilnya, didapatlah nama kedua tersangka,” ungkap Sabaruddin di Polda Sumsel kemarin.
Selama dua hari melakukan penyelidikan,petugas berhasil melakukan komunikasi dengan kurir tersangka atas nama Weli. ”Petugas lalu menyamar sebagai pembeli dan memesan satu kantong sabu kepada kurir Weli. Setelah disepakati harga belinya,Weli langsung menghubungi pemilik sabunya, yaitu oknum polisi Briptu Ferdiansyah,”paparnya. Kemudian, disepakatilah lokasi pertemuan atau penyerahan serbuk haram itu di Jalan Bay Salim Batubara atau di Lorong Ogan Ilir.
”Setelah dipastikan lokasi transaksinya, anggota segera melakukan pengintaian dan anggota yang menyamar langsung turun untuk berpurapura membeli sabu. Awalnya anggota ketemu tersangka Weli dulu di sana. Lalu, tersangka Weli menelepon Briptu Ferdiansyah yang tak lama berselang datang di lokasi,” tuturnya. Saat Briptu Ferdiansyah mengambil uang dan akan menyerahkan sabu-sabu itulah, petugas dengan cepat menangkap sang oknum tanpa perlawanan dan langsung menggelandangnya ke Polda Sumsel.
”Kasus ini akan terus kita dalami guna mengungkap jaringannya. Yang jelas, bagi oknum (polisi) yang terlibat narkoba pasti akan mendapatkan sanksi tegas sesuai perjanjian yang mereka sepakati sendiri. Jadi, setelah proses pidana jalan,setelah itu baru proses kode etik juga dilakukan,” katanya. Sementara itu,berdasarkan pengakuan tersangka Briptu Ferdiansyah di hadapan petugas Subdit III Ditnarkoba Polda Sumsel, serbuk haram itu dibelinya dari seorang oknum polisi yang juga bertugas di Polres Banyuasin.
”Sebenarnya saya ini hanya pemakai saja. Sudah satu tahun ini saya menggunakan narkoba, lalu disuruh jual juga,” pungkasnya. Sedangkan, tersangka Weli mengaku baru ikut Briptu Ferdiansyah menjual sabu-sabu. ”Saya hanya bantu-bantu, belum tahu mau dikasih uang berapa sama dia (Briptu Ferdiansyah),” katanya.
Dihubungi terpisah,Kepala Polres Banyuasin AKBP Ahmad Zaenuddin mengaku belum mengetahui jika ada anggotanya yang ditangkap Ditnarkoba Polda Sumsel.”Nanti akan saya cek dulu benar atau tidak ada anggota saya ditangkap terlibat narkoba,”ungkapnya. ade satia pratama
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411226/
seputar indonesia, jumat 8 juli 2011
Warga Jalan Pangeran Ayin, Kompleks Puspa Sari, Blok D, No 8,Kelurahan Kenten Laut, Kabupaten Banyuasin, ini disergap di samping Hotel Best Sekip,Lorong Ogan Ilir,Palembang, Selasa (5/7) sekitar pukul 22.15 WIB,oleh petugas Subdit 2 Direktorat Narkoba (Ditnarkoba) Polda Sumsel yang melakukan penyamaran. Selain tersangka, petugas juga menangkap kurir sabu, Weli Irwansyah, 27, yang tercatat masih tetangga korban.
Dari tangan kanan Briptu Ferdiansyah ini,anggota Ditnarkoba pimpinan Kasat Subdit 2 AKBP Suwadji menyita satu kantong sabu-sabu senilai 10 jie atau seharga Rp13,5 juta. Direktur Narkoba Polda Sumsel Kombes Pol Teguh Priyatno dikonfirmasi membenarkan penangkapan terhadap seorang oknum polisi yang tercatat bertugas di Bagian Sarana, Prasarana, dan Logistik Polres Banyuasin itu.
Penangkapan tersangka berkat informasi warga yang menyebutkan bahwa di wilayah tersebut sering terjadi transaksi narkoba jenis sabu-sabu. ”Mendapat laporan, anggota Subdit II Ditnarkoba Polda Sumsel melakukan penyelidikan. Hasilnya, didapatlah nama kedua tersangka,” ungkap Sabaruddin di Polda Sumsel kemarin.
Selama dua hari melakukan penyelidikan,petugas berhasil melakukan komunikasi dengan kurir tersangka atas nama Weli. ”Petugas lalu menyamar sebagai pembeli dan memesan satu kantong sabu kepada kurir Weli. Setelah disepakati harga belinya,Weli langsung menghubungi pemilik sabunya, yaitu oknum polisi Briptu Ferdiansyah,”paparnya. Kemudian, disepakatilah lokasi pertemuan atau penyerahan serbuk haram itu di Jalan Bay Salim Batubara atau di Lorong Ogan Ilir.
”Setelah dipastikan lokasi transaksinya, anggota segera melakukan pengintaian dan anggota yang menyamar langsung turun untuk berpurapura membeli sabu. Awalnya anggota ketemu tersangka Weli dulu di sana. Lalu, tersangka Weli menelepon Briptu Ferdiansyah yang tak lama berselang datang di lokasi,” tuturnya. Saat Briptu Ferdiansyah mengambil uang dan akan menyerahkan sabu-sabu itulah, petugas dengan cepat menangkap sang oknum tanpa perlawanan dan langsung menggelandangnya ke Polda Sumsel.
”Kasus ini akan terus kita dalami guna mengungkap jaringannya. Yang jelas, bagi oknum (polisi) yang terlibat narkoba pasti akan mendapatkan sanksi tegas sesuai perjanjian yang mereka sepakati sendiri. Jadi, setelah proses pidana jalan,setelah itu baru proses kode etik juga dilakukan,” katanya. Sementara itu,berdasarkan pengakuan tersangka Briptu Ferdiansyah di hadapan petugas Subdit III Ditnarkoba Polda Sumsel, serbuk haram itu dibelinya dari seorang oknum polisi yang juga bertugas di Polres Banyuasin.
”Sebenarnya saya ini hanya pemakai saja. Sudah satu tahun ini saya menggunakan narkoba, lalu disuruh jual juga,” pungkasnya. Sedangkan, tersangka Weli mengaku baru ikut Briptu Ferdiansyah menjual sabu-sabu. ”Saya hanya bantu-bantu, belum tahu mau dikasih uang berapa sama dia (Briptu Ferdiansyah),” katanya.
Dihubungi terpisah,Kepala Polres Banyuasin AKBP Ahmad Zaenuddin mengaku belum mengetahui jika ada anggotanya yang ditangkap Ditnarkoba Polda Sumsel.”Nanti akan saya cek dulu benar atau tidak ada anggota saya ditangkap terlibat narkoba,”ungkapnya. ade satia pratama
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411226/
seputar indonesia, jumat 8 juli 2011
Wako Palembang Diadukan Istri ke Polisi
PALEMBANG – Srimaya Haryanti, istri Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra,sekitar pukul 17.00 Wib, kemarin mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumatera Selatan di Palembang.
Dia melaporkan suaminya yang juga Wali Kota Palembang,Eddy Santana Putra dan Eva Ajeng karena diduga telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Dari pantauan di lapangan, pelapor yang mengenakan jilbab warna merah dipadukan baju merah dan celana warna hitam mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKP) Polda Sumsel bersama dua anaknya,Aji Eddy Santana dan Nabila Eddy Santana beserta kerabatnya.
Usai melapor, dengan dikawal seorang lakilaki, pelapor menuju mobil bernomor polisi B 88 EI warna silver tanpa bersedia memberikan komentar kepada wartawan dan langsung masuk kedalam mobil dan pintu langsung ditutup oleh pengawal. Sementara, salah seorang pria yang mengenakan baju kemeja cokelat yang diduga pengacara pelapor ketika diwawancara hanya mengatakan dirinya tidak dapat berkomentar banyak terkait masalah tersebut, dia juga tidak berkepentingan dalam hal itu.
"Saya tidakberkompetendalam hal ini, kalau di pengadilan baru saya,"katanya seraya berjalan menujuh mobil dan langsung keluar dari halaman parkir Mapolda Sumsel. Saat dihubungi, Srimaya akhirnya bersedia memberikan penjelasan mengenai kedatangannya ke Mapolda Sumsel. Dia mengaku terpaksa melapor ke polisi karena merasa sudah diperlakukan tidak adil.“Saya sudah lama ingin melapor, tapi selalu berusaha untuk sabar. Tapi sekarang sudah tidak tahan lagi,”ujarnya.
Menurut Srimaya, perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkannya antara lain,karena pernikahan kedua yang dilakukan suaminya tanpa seizinnya. “Saat ini memang sedang ada proses cerai. Tapi, saya harap jangan sampai memutuskan tali silahturahmi. Kenyataannya, saya dan anak-anak sudah merasa dilupakan.Kalaupun mau berpisah,tidak apa-apa.Tapi dengan cara baik-baik dan tidak memutuskan silahturahmi terutama dengan anak-anak,”kata Srimaya.
Disamping itu, lanjut Srimaya, sejak proses cerai ini berlangsung dia dan anaknya merasa dikucilkan.Bahkan,rumah dinas tempat mereka tinggal sekarangini, samasekalitidak pernah dipantau oleh Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Setda Kota Palembang.“Ini kan rumah dinas, seharusnya diperiksa kondisinya. Biasanya, sebulan itu dua kali diperiksa oleh Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Setda Kota Palembang.
Tapi, sejak proses cerai tidak ada lagi yang mau datang. Kita juga sangat susah untuk menghubunginya. Ini kan tidak adil bagi kami, karena proses cerai belum putus.Jadi,otomatis saya masih istri (Eddy Santana Putra) yang sah,”tegasnya. Srimaya juga menyebutkan, dalam setiap acara resmi dirinya sudah sama sekali tidak diundang.“ Saya sedih (karena) semua teman-teman khususnya di Dharma Wanita sudah tidak pernah lagi mengajak saya,”jelas dia.
Mengenai proses perceraian sendiri,sambung dia,saat ini sudah memasuki tahapan isi pokok perkara. “Kita sudah mediasi dua kali dan sekarang sudah memasuki tahap isi pokok perkara.Tapi,ditunda dua minggu kedepan,”katanya. Srimaya mengaku sudah pasrah dengan proses perceraian ini.“Saya pasrah,kalau memang keputusannya berpisah berarti itu jalan terbaiknya.Tapi, saya harap silahturahmi tetap terjaga.
Khususnya untuk anakanak,” harapnya. Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sabaruddin Ginting membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut. Kini laporan tersebut masih dalam penyelidikan Direskrimum, dan laporan tetap akan ditindaklanjuti.
Sementara itu,Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra usai menghadiri welcome party peserta Jambore nasional IX 2011 di Bumi Perkemahan Cadika KM 5 Palembang,tadi malam enggan memberikan komentar terkait masalah pribadinya. “No comment, ”ucapnya singkat. ade s/berli z
sumber seputar indonesia, jumat 8 jul 2011,
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411304/
Dia melaporkan suaminya yang juga Wali Kota Palembang,Eddy Santana Putra dan Eva Ajeng karena diduga telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Dari pantauan di lapangan, pelapor yang mengenakan jilbab warna merah dipadukan baju merah dan celana warna hitam mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKP) Polda Sumsel bersama dua anaknya,Aji Eddy Santana dan Nabila Eddy Santana beserta kerabatnya.
Usai melapor, dengan dikawal seorang lakilaki, pelapor menuju mobil bernomor polisi B 88 EI warna silver tanpa bersedia memberikan komentar kepada wartawan dan langsung masuk kedalam mobil dan pintu langsung ditutup oleh pengawal. Sementara, salah seorang pria yang mengenakan baju kemeja cokelat yang diduga pengacara pelapor ketika diwawancara hanya mengatakan dirinya tidak dapat berkomentar banyak terkait masalah tersebut, dia juga tidak berkepentingan dalam hal itu.
"Saya tidakberkompetendalam hal ini, kalau di pengadilan baru saya,"katanya seraya berjalan menujuh mobil dan langsung keluar dari halaman parkir Mapolda Sumsel. Saat dihubungi, Srimaya akhirnya bersedia memberikan penjelasan mengenai kedatangannya ke Mapolda Sumsel. Dia mengaku terpaksa melapor ke polisi karena merasa sudah diperlakukan tidak adil.“Saya sudah lama ingin melapor, tapi selalu berusaha untuk sabar. Tapi sekarang sudah tidak tahan lagi,”ujarnya.
Menurut Srimaya, perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkannya antara lain,karena pernikahan kedua yang dilakukan suaminya tanpa seizinnya. “Saat ini memang sedang ada proses cerai. Tapi, saya harap jangan sampai memutuskan tali silahturahmi. Kenyataannya, saya dan anak-anak sudah merasa dilupakan.Kalaupun mau berpisah,tidak apa-apa.Tapi dengan cara baik-baik dan tidak memutuskan silahturahmi terutama dengan anak-anak,”kata Srimaya.
Disamping itu, lanjut Srimaya, sejak proses cerai ini berlangsung dia dan anaknya merasa dikucilkan.Bahkan,rumah dinas tempat mereka tinggal sekarangini, samasekalitidak pernah dipantau oleh Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Setda Kota Palembang.“Ini kan rumah dinas, seharusnya diperiksa kondisinya. Biasanya, sebulan itu dua kali diperiksa oleh Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Setda Kota Palembang.
Tapi, sejak proses cerai tidak ada lagi yang mau datang. Kita juga sangat susah untuk menghubunginya. Ini kan tidak adil bagi kami, karena proses cerai belum putus.Jadi,otomatis saya masih istri (Eddy Santana Putra) yang sah,”tegasnya. Srimaya juga menyebutkan, dalam setiap acara resmi dirinya sudah sama sekali tidak diundang.“ Saya sedih (karena) semua teman-teman khususnya di Dharma Wanita sudah tidak pernah lagi mengajak saya,”jelas dia.
Mengenai proses perceraian sendiri,sambung dia,saat ini sudah memasuki tahapan isi pokok perkara. “Kita sudah mediasi dua kali dan sekarang sudah memasuki tahap isi pokok perkara.Tapi,ditunda dua minggu kedepan,”katanya. Srimaya mengaku sudah pasrah dengan proses perceraian ini.“Saya pasrah,kalau memang keputusannya berpisah berarti itu jalan terbaiknya.Tapi, saya harap silahturahmi tetap terjaga.
Khususnya untuk anakanak,” harapnya. Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sabaruddin Ginting membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut. Kini laporan tersebut masih dalam penyelidikan Direskrimum, dan laporan tetap akan ditindaklanjuti.
Sementara itu,Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra usai menghadiri welcome party peserta Jambore nasional IX 2011 di Bumi Perkemahan Cadika KM 5 Palembang,tadi malam enggan memberikan komentar terkait masalah pribadinya. “No comment, ”ucapnya singkat. ade s/berli z
sumber seputar indonesia, jumat 8 jul 2011,
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411304/
Wartawan Media Rakyat Palembang Dianiaya Preman
*Wartawan Demo
Usut Penganiayaan Wartawan, Polisi Bentuk Tim Khusus
Palembang:
Untuk mengungkap kasus penganiayaan yang mengakibatkan enam wartawan Media Rakyat beberapa waktu lalu, Kapolresta Palembang Kombes Pol Agus Sulistiyono menegaskan sudah membentuk tim khusus.
Peristiwa penganiayaan itu sendiri terjadi Selasa (5/7). “Nama-nama tersangka sudah kami kantongi. Tidak ada proses yang kami tutupi, bahkan pihak wartawan selalu kami informasikan terkait perkembangan penanganan kasus ini,” ungkap Kapolres didampingi Kasat Reskrim Kompol Frido Situmorang , Kamis (7/7).
Kapolres menegaskan, polisi serius mengungkap kasus keenam wartawan yang menjadi korban pembacokan di Rumah Makan Bu Henny,Jalan Radial,Kecamatan IB I,Palembang. Bahkan, pada hari pertama kejadian, polisi berupaya menangkap tersangka dengan melakukan penggerebekan di tempat pelaku, tetapi mereka berhasil lolos.
Sementara itu,puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik di Kota Palembang, Kamis (7/7), mendatangi Polresta Palembang dan Gedung DPRD Palembang guna mendesak penangkapan pelaku pembacokan terhadap wartawan.
Menurut Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel Oktaf Riadi, peristiwa penganiayaan tersebut merupakan preseden buruk bagi dunia jurnalis.
Oktaf berharap polisi segera menangkap dan menindak pelaku pembacokan sesuai hukum. “Jika memang ada kesalahan atau penu lisanyangmelanggar kode etik jurnalis dalam pemberitaan semestinya melalui jalur yang ditentukan,yakni melaporkan perkara tersebut ke Dewan Pers.Apabila sudah menyangkut kriminal, silakan melapor ke polisi,”ujarnya ketika berorasi.
Berita terkait Bank Sumsel-Babel dan PT IKI, inilah yang diduga menjadi pemicu aksi premanisme terhadap wartawan Media Rakyat>>
Sementara itu,Wakil Ketua DPRD Palembang Pahlevi Maizano menegaskan, DPRD Kota Palembang menyatakan perang terhadap aksi premanismedan bentukkekerasan terhadap jurnalis di Kota Palembang.
“Dalam melaksanakanprofesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum, kasus kekerasan atas pers seperti itu sangatkamisesalkan.Padahal, jelas seperti tertuang dalam Undang-undang No 40/1999 tentang Pers,” ujar dia saat menerima puluhanwartawan aksi solidaritas antikekerasan di ruang rapat DPRD Kota Palembang kemarin.
Pahlevi meminta Kapolresta Palembang mengusut perkara tersebut hingga tuntas. Kondusivitas Kota Palembang harus terjaga dan bebas aksi premanisme. Apalagi, Palembang dalam waktu dekat menjadi tuan rumah event internasional SEA Games.
Korban
Sebelumnya, enam anggota redaksi koran mingguan Media Rakyat diserang belasan preman. Penyerangan diduga berkaitan dengan pemberitaan Media Rakyat mengenai kredit macet seorang pengusaha di Palembang, Sumatera Selatan di Bank Sumsel Babel.
Korban luka adalah Pimpinan Umum Asriel Chaniago (51), Pemimpin Redaksi Herna S Zaldy (52), Redaktur Pelaksana Akmal Kudus (48), dan wartawan perwakilan Ogan Ilir, Syaiful Bahri (48). Para korban terluka sobek dan bacok akibat benda tajam serta lebam-lebam karena pukulan dan tendangan.
Herna yang menderita luka bacok di lengan kiri masih dirawat di rumah sakit. Adapun tiga korban lainnya menjalani rawat jalan. Sementara dua anggota redaksi lainnya berhasil selamat.
Ditemui kemarin, Asriel mengatakan, penyerangan terjadi di halaman sebuah rumah makan di Kota Palembang, Selasa (5/7/) sekitar pukul 21.00. Pelaku berjumlah lebih dari 10 orang. Pemimpin kelompok dikenali oleh Asriel sebagai preman Mat Ijah dan Ucin.
Menurut Asriel, awalnya kedua preman tersebut datang ke kantor redaksi bersama rombongan dengan tiga mobil. Mereka mempertanyakan penurunan berita berjudul "Bank Sumsel Babel Segel Asset PT IKI", yang diterbitkan koran tersebut pada Senin atau sehari sebelumnya. Berita ini merupakan artikel ketiga yang diterbitkan Media Rakyat selama tiga bulan terakhir mengenai kredit macet seorang pengusaha.
"Setelah pertemuan baik-baik di kantor redaksi, mereka mengajak kami makan di restoran. Kami turuti tanpa curiga karena pertemuan sebelumnya berlangsung baik,” ujar mantan wartawan Sumatera Ekspres ini.
Menurut Asriel, sebulan sebelumnya, Mat Ijah telah datang ke kantor redaksi Media Rakyat dan meminta berita tidak diteruskan lagi. Namun, saat itu belum ada ancaman dan kekerasan. (sir)
Usut Penganiayaan Wartawan, Polisi Bentuk Tim Khusus
Palembang:
Untuk mengungkap kasus penganiayaan yang mengakibatkan enam wartawan Media Rakyat beberapa waktu lalu, Kapolresta Palembang Kombes Pol Agus Sulistiyono menegaskan sudah membentuk tim khusus.
Peristiwa penganiayaan itu sendiri terjadi Selasa (5/7). “Nama-nama tersangka sudah kami kantongi. Tidak ada proses yang kami tutupi, bahkan pihak wartawan selalu kami informasikan terkait perkembangan penanganan kasus ini,” ungkap Kapolres didampingi Kasat Reskrim Kompol Frido Situmorang , Kamis (7/7).
Kapolres menegaskan, polisi serius mengungkap kasus keenam wartawan yang menjadi korban pembacokan di Rumah Makan Bu Henny,Jalan Radial,Kecamatan IB I,Palembang. Bahkan, pada hari pertama kejadian, polisi berupaya menangkap tersangka dengan melakukan penggerebekan di tempat pelaku, tetapi mereka berhasil lolos.
Sementara itu,puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik di Kota Palembang, Kamis (7/7), mendatangi Polresta Palembang dan Gedung DPRD Palembang guna mendesak penangkapan pelaku pembacokan terhadap wartawan.
Menurut Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel Oktaf Riadi, peristiwa penganiayaan tersebut merupakan preseden buruk bagi dunia jurnalis.
Oktaf berharap polisi segera menangkap dan menindak pelaku pembacokan sesuai hukum. “Jika memang ada kesalahan atau penu lisanyangmelanggar kode etik jurnalis dalam pemberitaan semestinya melalui jalur yang ditentukan,yakni melaporkan perkara tersebut ke Dewan Pers.Apabila sudah menyangkut kriminal, silakan melapor ke polisi,”ujarnya ketika berorasi.
Berita terkait Bank Sumsel-Babel dan PT IKI, inilah yang diduga menjadi pemicu aksi premanisme terhadap wartawan Media Rakyat>>
Sementara itu,Wakil Ketua DPRD Palembang Pahlevi Maizano menegaskan, DPRD Kota Palembang menyatakan perang terhadap aksi premanismedan bentukkekerasan terhadap jurnalis di Kota Palembang.
“Dalam melaksanakanprofesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum, kasus kekerasan atas pers seperti itu sangatkamisesalkan.Padahal, jelas seperti tertuang dalam Undang-undang No 40/1999 tentang Pers,” ujar dia saat menerima puluhanwartawan aksi solidaritas antikekerasan di ruang rapat DPRD Kota Palembang kemarin.
Pahlevi meminta Kapolresta Palembang mengusut perkara tersebut hingga tuntas. Kondusivitas Kota Palembang harus terjaga dan bebas aksi premanisme. Apalagi, Palembang dalam waktu dekat menjadi tuan rumah event internasional SEA Games.
Korban
Sebelumnya, enam anggota redaksi koran mingguan Media Rakyat diserang belasan preman. Penyerangan diduga berkaitan dengan pemberitaan Media Rakyat mengenai kredit macet seorang pengusaha di Palembang, Sumatera Selatan di Bank Sumsel Babel.
Korban luka adalah Pimpinan Umum Asriel Chaniago (51), Pemimpin Redaksi Herna S Zaldy (52), Redaktur Pelaksana Akmal Kudus (48), dan wartawan perwakilan Ogan Ilir, Syaiful Bahri (48). Para korban terluka sobek dan bacok akibat benda tajam serta lebam-lebam karena pukulan dan tendangan.
Herna yang menderita luka bacok di lengan kiri masih dirawat di rumah sakit. Adapun tiga korban lainnya menjalani rawat jalan. Sementara dua anggota redaksi lainnya berhasil selamat.
Ditemui kemarin, Asriel mengatakan, penyerangan terjadi di halaman sebuah rumah makan di Kota Palembang, Selasa (5/7/) sekitar pukul 21.00. Pelaku berjumlah lebih dari 10 orang. Pemimpin kelompok dikenali oleh Asriel sebagai preman Mat Ijah dan Ucin.
Menurut Asriel, awalnya kedua preman tersebut datang ke kantor redaksi bersama rombongan dengan tiga mobil. Mereka mempertanyakan penurunan berita berjudul "Bank Sumsel Babel Segel Asset PT IKI", yang diterbitkan koran tersebut pada Senin atau sehari sebelumnya. Berita ini merupakan artikel ketiga yang diterbitkan Media Rakyat selama tiga bulan terakhir mengenai kredit macet seorang pengusaha.
"Setelah pertemuan baik-baik di kantor redaksi, mereka mengajak kami makan di restoran. Kami turuti tanpa curiga karena pertemuan sebelumnya berlangsung baik,” ujar mantan wartawan Sumatera Ekspres ini.
Menurut Asriel, sebulan sebelumnya, Mat Ijah telah datang ke kantor redaksi Media Rakyat dan meminta berita tidak diteruskan lagi. Namun, saat itu belum ada ancaman dan kekerasan. (sir)
Langganan:
Postingan (Atom)